Monday 7 January 2013

Perjalanan ke Kawasan Gunung Masurai: Survey Peluang Perkebunan Kopi Terpadu dengan Peternakan Kambing

Seorang pekebun kopi dengan latar belakang pohon kopi yang mulai berbuah

Kegagalan dalam usaha bagi hasil peternakan kambing dan sapi tempo hari tidak menyurutkan semangat saya untuk terus berusaha melanjutkan usaha beternak.

Selama tinggal di Manna dan Kedurang, Bengkulu Selatan, beberapa waktu yang lalu, saya mendapat informasi dari para petani kopi setempat bahwa kawasan gunung Masurai di kabupaten Merangin, Jambi, merupakan daerah perkebunan kopi robusta yang sangat subur.

Mereka juga mengatakan bahwa orang Bengkulu Selatan sudah banyak yang membuka kebun kopi di sana, dan sudah banyak yang berhasil. Indikator umum yang digunakan masyarakat untuk menilai keberhasilan para pekebun kopi tersebut cukup sederhana: pembangunan rumah, pembelian emas, sawah, tanah, motor, mobil, perabot dan perkakas rumah tangga, dll.:)

Pohon kopi yang mulai berbuah pangkal (buah pertama)

Berdasarkan informasi ini, saya tertarik untuk meninjau langsung kawasan perkebunan kopi tersebut. Sebelum berangkat, saya sudah menghubungi saudara sepupu saya yang sudah dua belas tahun berkebun kopi di kawasan sekitar gunung Masurai, tepatnya di dusun Gedang, kecamatan Sungai Tenang. Bersama dengan dua kecamatan lainnya, yaitu Lembah Masurai dan Jangkat, kecamatan Sungai Tenang terletak di kaki gunung Masurai. Ketiga kecamatan ini merupakan daerah pertanian yang sangat subur dan menjadi pusat penghasil kentang dan berbagai jenis sayuran.

Perjalanan dari Padang ke Bangko, ibu kota kabupaten Merangin, saya tempuh dengan naik bus. Bus berangkat dari Padang jam 9 malam dan tiba di Bangko jam 9 pagi. Biasanya perjalanan Padang-Bangko naik bus cuma memakan waktu 8 jam. Keterlambatan ini terjadi akibat kerusakan ringan di Indarung dan lamanya antrian kendaraan di daerah Sitinjau Laut karena adanya pembetonan jalan.
Pohon kopi umur dua tahun yang mulai berbuah

Dari Bangko, perjalanan menuju dusun Gedang dilanjutkan menggunakan motor. Perjalanan bermotor dari Bangko menuju desa Gedang menempuh jarak sekitar 140 km dan memakan waktu sekitar 4 jam. Dari kota Bangko sampai kecamatan Bangko Barat, jalan aspalnya masih mulus. Setelah itu, jalan aspalnya mulai berlubang-lubang. Di kecamatan Muara Siau, kondisi jalan aspalnya semakin parah. Setelah kecamatan Lembah Masurai, jalannya berupa jalan batu dan jalan tanah serta tanjakan dan turunan yang terjal dan berkelok.

Di musim hujan, tanjakan dan turunan tanah dan berbatu yang curam ini sangat licin dan berbahaya bagi pengendara. Namun demikian, ketika jalan sedang kering pun pengendara harus sangat berhat-hati, khususnya pada saat melalui turunan. Saking terjalnya turunan tersebut, motor yang saya kendarai tetap meluncur dan menggelincir ke kiri dan kanan meskipun sudah direm perlahan sejak dari atas. Alhamdulillah, meskipun cukup sulit mengendalikan laju menurun motor, saya tidak terjatuh saat melalui berbagai turunan sulit tersebut.

Berbagai turunan dan tanjakan tanah dan berbatu yang curam, berkelok, dan dipenuhi lubang dan alur dalam bekas roda kendaraan roda empat memang menuntut nyali yang besar untuk menempuhnya. Para pekebun kopi yang sudah belasan tahun tinggal di sana saja merasa kesulitan menaklukkannya, apalagi pengendara motor seperti saya yang baru pertama kali masuk daerah tersebut.:) Kadang saat berada di atas turunan berbahaya yang akan dilalui, saya berpikir untuk mundur menghindari bahaya dan kembali ke Bangko saja. Namun demikian, dengan semangat juang dan tekad yang kuat, pertimbangan jauhnya jalan yang telah ditempuh, serta komitmen mantap untuk merintis sumber penghasilan alternatif selain bisnis jasa penerjemahan, akhirnya perjalanan saya lanjutkan sampai ke tujuan yang direncanakan: daerah perkebunan kopi di dusun Gedang.

Alhamdulillah, meskipun perjalanan ini terasa sangat panjang, melelahkan, dan menggentarkan serta mengalami pecah ban dua kali (sekali saat pergi, dan sekali saat pulang bermotor ke Padang) saya sampai di dusun Gedang dalam keadaan selamat dan aman.

Setelah melakukan survey lahan dan mencari informasi dari para pekebun kopi, saya berhasil memperoleh dua hektar lahan perbukitan yang subur dan terletak di tepi batang Tembesi. Lahan perbukitan di tepi sungai ini sangat cocok untuk perkebunan kopi dan peternakan kambing Kacang. Insyaallah dalam waktu dekat lahan ini akan segera dibuka menjadi kebun polikultur: tumpang sari kacang tanah, cabe rawit, kopi, dan cengkeh. Untuk penaung pohon kopi, saya akan menanam pohon dadap. Kebun tumpang sari kacang tanah, cabe rawit, kopi, dan cengkeh ini nanti juga akan dipadukan dengan peternakan kambing Kacang secara alami.
Pohon cengkeh

Kebun polikultur kacang tanah-cabe rawit dan kopi-cengkeh ini sangat menguntungkan bagi pekebun. Dalam jangka waktu sekitar tiga bulan, kacang tanah dan cabe rawit sudah bisa dipanen. Pada usia dua tahun, kopi sudah mulai berbuah. Karena batangnya yang tumbuh lebih tinggi, pohon cengkeh berfungsi sebagai pohon penaung yang dibutuhkan kopi dan sekaligus menjadi tanaman produktif penghasil cengkeh setelah berumur empat sampai tujuh tahun. Sebelum pohon cengkeh cukup tinggi, pohon dadap sudah dapat menjalankan fungsinya sebagai tanaman penaung pohon kopi karena pertumbuhannya yang cepat.

Selama jangka waktu dua tahun sebelum kopi berbuah, pekebun juga bisa menanam tanaman palawija seperti cabe rawit, kacang tanah, jagung, ubi jalar, ubi kayu, dan beragam tanaman palawija lainnya. Namun demikian, dengan pertimbangan umur genjahnya, harganya yang relatif tinggi meskipun fluktuatif, biaya produksinya yang lebih murah daripada cabe besar, cara pemeliharaannya yang lebih mudah daripada cabe besar, dan tiadanya hama makro (seperti monyet, babi, tupai, musang, dll.), saya memilih kacang tanah dan cabe rawit sebagai tanaman mudanya.

Dengan konsep perkebunan kopi terpadu dengan peternakan kambing Kacang alami, lahan kebun dipagar keliling dan kambing Kacang dilepas bebas mencari makan sendiri dan berkembang biak sendiri seperti kehidupan asli mereka di alam bebas. Pagar keliling kebun ini nanti akan menggunakan pohon gamal. Dengan demikian, pagar ini merupakan pagar hidup dan produktif. Peternakan kambing Kacang alami seperti ini sangat efisien dan kambing jadi lebih tahan banting karena mereka terbiasa hidup mandiri dan teradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Karena harga tanah di daerah ini masih relatif murah dan untuk mengantisipasi pertambahan populasi ternak kambing Kacang serta meningkatkan hasil kebun, areal kebun ini nantinya insyaallah akan terus diperluas dengan membeli lahan yang berbatasan dengan kebun yang sudah ada.
Kambing Kacang (An Indonesian Native Kacang Goat)

Gulma atau rumput liar yang disiangi hanya gulma dalam radius tajuk daun tanaman. Bagian tanah di seputar tajuk daun ini kemudian ditutupi dengan jerami padi sebagai mulsa organik agar tanah di sekitar batang tanaman tetap terjaga kelembabannya dan rumput liar terhalang pertumbuhannya sehingga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Dengan demikian, kebun seperti ini tetap menyediakan rumput yang melimpah bagi kambing Kacang. Sebaliknya, kambing Kacang juga memberikan pupuk alami cair dan padat bagi tanaman kacang tanah, cabe rawit, kopi, dan cengkeh. Selain rumput yang melimpah, kambing Kacang juga akan memperoleh makanan berupa jerami kacang tanah, ranting dan daun gamal dari pagar keliling kebun serta ranting dan daun dadap dari pohon penaung kopi.

Meskipun peternakan kambing Kacang ini menerapkan konsep peternakan kambing Kacang alami dan efisien, penyediaan kandang tetap diperlukan. Kenyataannya, dalam kehidupan liar mereka, kambing Kacang juga memerlukan kandang. Di alam bebasnya, kambing Kacang memanfaatkan gua-gua alami sebagai kandang mereka. Karena itu, sebagai tempat kambing Kacang beristirahat dan berlindung dari hujan dan udara dingin, kandang kambing Kacang akan dibangun di sepanjang pinggiran kebun.

Mudah-mudahan usaha perkebunan tumpang sari cabe rawit dan kopi-cengkeh yang dipadukan dengan peternakan kambing Kacang secara alami ini berjalan lancar dan berhasil serta mendatangkan manfaat yang besar bagi keluarga kami, masyarakat sekitar, dan kaum dhuafa. Aamiin.

No comments:

Post a Comment